BPHN Gandeng BAPPEBTI Bahas Sistem Resi Gudang untuk Perkuat Hilirisasi dan Logistik Nasional

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menggandeng Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) Kementerian Perdagangan dalam rapat koordinasi yang digelar pada Kamis (15/5/2025), guna membahas penguatan Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai bagian dari transformasi sistem logistik dan hilirisasi komoditas nasional.

Pertemuan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Logistik, Pusat Analisisis dan Evaluasi Hukum (Pusanev), BPHN yang tengah menelaah aspek hukum terkait penguatan ekosistem logistik dan perdagangan di Indonesia.

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan SRG dan PLK Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) Heryono Hadi Prasetya, dalam paparannya menyampaikan bahwa SRG berperan penting dalam menjembatani sektor hulu dan hilir komoditas. Melalui skema ini, petani dan pelaku usaha kecil dapat menjadikan komoditas sebagai jaminan pembiayaan, tanpa harus langsung menjual hasil panen. SRG juga dinilai mampu membantu pengaturan stok, tunda jual, stabilisasi harga, serta meningkatkan efisiensi logistik dari desa hingga pasar ekspor.

“SRG pada dasarnya adalah bagian dari infrastruktur logistik nasional. Dengan dokumen resi gudang yang sah, petani bisa menyimpan komoditasnya di gudang terakreditasi dan tetap mendapat pembiayaan,” ujar Heryono.

Hingga April 2025, tercatat lebih dari 123 gudang SRG tersebar di 105 kabupaten/kota di 25 provinsi. Sebagian besar gudang tersebut telah dihibahkan kepada pemerintah daerah dan kini berfungsi sebagai simpul logistik yang terhubung dengan pusat distribusi nasional maupun jaringan ekspor internasional. Pemerintah juga mendorong pemanfaatan skema subsidi pembiayaan (S-SRG) untuk memperluas akses pembiayaan bagi UMKM, koperasi, dan kelompok tani.

Namun, Heryono mengungkapkan masih ada sejumlah tantangan dalam implementasi SRG. Di antaranya, belum meratanya ketersediaan pengelola gudang, lembaga uji mutu, dan lembaga pembiayaan, serta rendahnya literasi pelaku usaha mengenai manfaat dan mekanisme SRG. Tantangan lain termasuk minimnya dukungan pemerintah daerah dalam menyiapkan kelembagaan dan anggaran, serta belum adanya lembaga penjamin resmi.

Menjawab persoalan tersebut, BAPPEBTI telah mengambil langkah-langkah strategis, seperti memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga terkait, membentuk Kelompok Kerja Nasional SRG lintas sektor, serta merevisi regulasi terkait subsidi dan standar mutu. Kerja sama juga dibangun dengan asosiasi pelaku usaha seperti APRINDO dan PT RNI untuk menciptakan pasar yang berkelanjutan.

Dalam konteks hilirisasi, SRG dinilai sebagai penghubung utama antara petani dan industri pengolahan. Komoditas yang telah disertifikasi mutu dan diasuransikan melalui SRG dapat langsung masuk ke rantai pasok industri maupun pasar ekspor, sehingga mendorong peningkatan nilai tambah produk lokal dan mengurangi ketergantungan pada komoditas mentah.

“SRG bukan hanya alat penyimpanan, melainkan instrumen transformasi ekonomi daerah. Ia menghubungkan petani ke pembiayaan, industri pengolahan, hingga pasar ekspor,” tegas Heryono.

Erna Priliasari, Ketua Tim Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Logistik Pusanev, BPHN menegaskan bahwa hasil diskusi ini akan menjadi bahan masukan dalam penyusunan rekomendasi kebijakan hukum nasional, khususnya terkait regulasi logistik, tata niaga komoditas, serta penguatan peran pemerintah daerah dalam mendukung sistem resi gudang.

sumber 

Silahkan Berikan Tanggapan Anda